SEKOLAH MENULIS MATA AKSARA
Tumbuhkan Kembali Budaya Baca dan Tulis
Sekolah Menulis Mata Aksara. (JIBI/Harian Jogja/
Harianjogja.com-Perkembangan teknologi dengan
seabrek gadget canggih, satu sisi memengaruhi budaya membaca dan menulis
masyarakat. Namun, bila sejak dini anak-anak didorong untuk terus
membaca dan menulis, maka kedua tradisi tersebut tidak akan hilang.
Andani Fitrianisa, 18, mahasiswi di salah satu perguruan tinggi negeri di Sleman sepertinya tak pernah bisa lepas dari ponselnya. Dara asal Klaten, Jawa Tengah itu, tampak asyik ber-chatting ria melalui layanan jejaring sosial, facebook dan twitter. Hampir setiap hari aktivitas itu dilakukan tanpa bosan di indekosnya, Maguwoharjo.
Bila tidak ada perkualiahan atau kegiatan di luar, Andani memilih “sibuk” dengan ponselnya. Padahal, tak jauh dari tempatnya duduk, sederet buku bacaan tertata rapi. Sesekali Andani tertawa cekikikan. Entah apa yang membuatnya tertawa. Yang jelas, jari-jemarinya tampak piawai mengetik di atas key pad.
Andani mungkin satu dari sekian banyak orang yang kini dimanjakan dengan budaya cyber (chatting, facebook dan jejaring sosial lainnya). Selain cyber culture, masyarakat saat ini didominasi oleh budaya menonton televisi (budaya visual), mendengar musik (budaya audio) bahkan ngerumpi (budaya lisan).
Semua itu, tidak terasa telah mengikis waktu untuk membaca apalagi menulis artikel.
“Di sinilah, perlu dibangun kembali budaya membaca dan menulis di masyarakat. Bukan berarti kedua budaya itu sudah mati, justru perlu dipupuk kembali,” ungkap Ketua Taman Baca Masyarakat (TBM) Mata Aksara, Heni Wardatur Rohmah kepada Harian Jogja, Jumat (30/8/2013).
Budaya membaca, dinilai Heni, menjadi salah satu upaya untuk mendukung kemajuan bangsa. Seseorang, katanya, akan mendapat ilmu pengetahuan dengan baik karena membaca. Setelah membaca, untuk mereproduksi ide dan menyampaikan gagasan, tentu seseorang butuh untuk menulis.
Menulis, sambung Heni, juga dapat memperpanjang usia ide dan gagasan yang diusung. Selain itu, produksi ide dalam sebuah tulisan dinilai mudah terbaca bagi masyarakat.
“Agar ide dan gagasan yang dimiliki efektif dan mudah dipahami, maka seseorang perlu menulis. Kalau hanya mengemukakan ide lewat budaya lisan, bisa cepat hilang,” tutur Heni.
Untuk melanggengkan upaya tersebut, Heni bersama Taman Baca Masyarakat (TBM) Mata Aksara menawarkan Sekolah Menulis Mata Aksara (SMMA) di Jalan Kaliurang Km 14 No. 15A, Tegalmanding, Sleman.
“Ini adalah upaya kami untuk mulai membangun budaya menulis. Melalui Mata Aksara ini, budaya membaca dan menulis bisa berjalan beriringan,” harapnya.
Koordinator SMMA, YB Margantoro menyampaikan, SMMA diluncurkan pada Rabu (28/8) dan dihadiri oleh Kepala Kantor Perpustakaan Kabupaten Sleman, Sri Hartati, Camat Ngemplak, Musta’in Aminun, dan sejumlah pejabat Dinas Pendidikan Sleman serta perangkat Desa Umbulmartani. SMMA saat ini membuka dua kelas menulis bagi anak-anak.
“Masing-masing 10 anak masih duduk di kelas empat dan enam SD, selebihnya anak-anak SMA. Bahkan, ada juga dua orang ibu yang ikut. Meraka diampu oleh tim SMMA dan pengajar tamu untuk memperkaya wawasan peserta. Kami memadukan teori dan praktik,” tukasnya.
Andani Fitrianisa, 18, mahasiswi di salah satu perguruan tinggi negeri di Sleman sepertinya tak pernah bisa lepas dari ponselnya. Dara asal Klaten, Jawa Tengah itu, tampak asyik ber-chatting ria melalui layanan jejaring sosial, facebook dan twitter. Hampir setiap hari aktivitas itu dilakukan tanpa bosan di indekosnya, Maguwoharjo.
Bila tidak ada perkualiahan atau kegiatan di luar, Andani memilih “sibuk” dengan ponselnya. Padahal, tak jauh dari tempatnya duduk, sederet buku bacaan tertata rapi. Sesekali Andani tertawa cekikikan. Entah apa yang membuatnya tertawa. Yang jelas, jari-jemarinya tampak piawai mengetik di atas key pad.
Andani mungkin satu dari sekian banyak orang yang kini dimanjakan dengan budaya cyber (chatting, facebook dan jejaring sosial lainnya). Selain cyber culture, masyarakat saat ini didominasi oleh budaya menonton televisi (budaya visual), mendengar musik (budaya audio) bahkan ngerumpi (budaya lisan).
Semua itu, tidak terasa telah mengikis waktu untuk membaca apalagi menulis artikel.
“Di sinilah, perlu dibangun kembali budaya membaca dan menulis di masyarakat. Bukan berarti kedua budaya itu sudah mati, justru perlu dipupuk kembali,” ungkap Ketua Taman Baca Masyarakat (TBM) Mata Aksara, Heni Wardatur Rohmah kepada Harian Jogja, Jumat (30/8/2013).
Budaya membaca, dinilai Heni, menjadi salah satu upaya untuk mendukung kemajuan bangsa. Seseorang, katanya, akan mendapat ilmu pengetahuan dengan baik karena membaca. Setelah membaca, untuk mereproduksi ide dan menyampaikan gagasan, tentu seseorang butuh untuk menulis.
Menulis, sambung Heni, juga dapat memperpanjang usia ide dan gagasan yang diusung. Selain itu, produksi ide dalam sebuah tulisan dinilai mudah terbaca bagi masyarakat.
“Agar ide dan gagasan yang dimiliki efektif dan mudah dipahami, maka seseorang perlu menulis. Kalau hanya mengemukakan ide lewat budaya lisan, bisa cepat hilang,” tutur Heni.
Untuk melanggengkan upaya tersebut, Heni bersama Taman Baca Masyarakat (TBM) Mata Aksara menawarkan Sekolah Menulis Mata Aksara (SMMA) di Jalan Kaliurang Km 14 No. 15A, Tegalmanding, Sleman.
“Ini adalah upaya kami untuk mulai membangun budaya menulis. Melalui Mata Aksara ini, budaya membaca dan menulis bisa berjalan beriringan,” harapnya.
Koordinator SMMA, YB Margantoro menyampaikan, SMMA diluncurkan pada Rabu (28/8) dan dihadiri oleh Kepala Kantor Perpustakaan Kabupaten Sleman, Sri Hartati, Camat Ngemplak, Musta’in Aminun, dan sejumlah pejabat Dinas Pendidikan Sleman serta perangkat Desa Umbulmartani. SMMA saat ini membuka dua kelas menulis bagi anak-anak.
“Masing-masing 10 anak masih duduk di kelas empat dan enam SD, selebihnya anak-anak SMA. Bahkan, ada juga dua orang ibu yang ikut. Meraka diampu oleh tim SMMA dan pengajar tamu untuk memperkaya wawasan peserta. Kami memadukan teori dan praktik,” tukasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar