Minggu, 09 Maret 2014

TBM SEBAGAI MITRA PERPUSTAKAAN


www.pustaka.uns.ac.id

 
Senin, 9 September 2013 by Ajick | Artikel Perpustakaan
PDF  Print 
Oleh: Tri Hardiningtyas
(Pustakawan di UPT Perpustakaan UNS)

Pengantar
Perpustakaan sebagai wahana mencerdaskan bangsa merupakan beban tugas yang tidak ringan. Amanah sebagai wahana pencerdasan bangsa membutuhkan perjuangan yang maju terus pantang mundur. Membuat seseorang menjadi cerdas, berarti mengajak seseorang untuk belajar. Belajar apa pun untuk bekal hidup, untuk ‘sangu' memperjuangkan hidup yang penuh persaingan.
Orang yang cerdas biasanya karena bisa membaca. Makin cerdas, bisa diartikan orang tersebut makin pintar dan tentunya makin rajin membaca. Apa saja yang dibaca, harus diupayakan dalam rangka perbaikan hidup, perluasan wawasan hidup, peningkatan kualitas hidup. Tidak ada yang salah dengan membaca, hanya saja harus diperhatikan bahan bacaan yang dibaca.
Dalam rangka pencerdasan bangsa, maka penyelenggaraan perpustakaan sudah semestinya dilakukan dengan sungguh-sungguh, jangan asal ada perpustakaan. Apalagi dengan hadirnya undang-undang perpustakaan yang meskipun sampai saat ini belum juga ada peraturan pemerintah dalam pelaksanaannya.
Namun perjuangan pencerdasan bangsa jalan terus. Bahkan saat ini, telah berkembang pesat adanya taman bacaan masyarakat yang bisa disebut dengan aneka nama seperti taman pintar, warung pintar, warung baca, taman belajar masyarakat, dan nama lainnya dengan tujuan yang sama mengajak saudara-saudara se bangsa agar mau membaca sehingga menjadi bangsa yang cerdas.
Permasalahan

Taman bacaan masyarakat (selanjutnya dibaca TBM) didirikan untuk siapa? Bagaimana menyelenggarakan TBM? Apa saja kegiatan yang dilakukan oleh TBM? Mungkinkah TBM menjadi ancaman atau pesaing perpustakaan?
Peristilahan

TBM (Taman Bacaan Masyarakat) adalah lembaga pembudayaan kegemaran membaca masyarakat yang menyediakan dan memberikan layanan di bidang bahan bacaan, berupa: buku, majalah, tabloid, koran, komik, dan bahan multi media lain, yang dilengkapi dengan ruangan untuk membaca, diskusi, bedah buku, menulis, dan kegiatan literasi lainnya, dan didukung oleh pengelola yang berperan sebagai
motivator (http://paudni.kemdiknas.go.id/wp-content/uploads/2012/02/07.-Bantuan-Penguatan-TBM.pdf=Juni-2012)
TBM adalah taman bacaan masyarakat; yaitu suatu lembaga yang melayani kebutuhan masyarakat akan informasi mengenai ilmu pengetahuan dalam bentuk bahan bacaan dan bahan pustaka lainnya (Muhsin Kalida, 2012:2). Ditambahkan oleh Muhsin Kalida, bahwa konsep TBM yakni dari, oleh , dan untuk masyarakat.
Sutarno NS mengatakan bahwa TBM atau taman bacaan Rakyat merupakan salah satu embrio atau cikal bakal jneis perpustakaan umum yang berkembang di Indonesia guna mendukung program pemberantasan buta huruf (2006:43).
Pemecahan Masalah

Dalam rangka membangun masyarakat membaca untuk mewujudkan masyarakat pembelajar sepanjang hayat, Arah Kebijakan Pembangunan Pendidikan Nasioanal 2010-2014 yang tertuang pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 48 Tahun 2010 adalah penguatan dan perluasan budaya melalui penyediaan taman bacaan masyarakat, bahan bacaan dan sumber informasi lain yang mudah, murah, dan merata serta sarana pendukungnya (http://paudni.kemdiknas.go.id/wp-content/uploads/2012/02/07.-Bantuan-Penguatan-TBM.pdf=Juni-2012).
TBM didirikan dengan kerjasama masyarakat sekitar. Masyarakat yang belum memperoleh kesempatan sekolah secara formal dapat belajar di TBM. Sebagaimana sebuah perpustakaan, maka TBM merupakan wahana belajar masyarakat sepanjang hayat. TBM diselenggarakan tanpa membedakan golongan atau agama serta kelompok masyarakat tertentu. TBM dibangun untuk pencerdasan semua lapisan masyarakat tanpa kecuali.
Seperti yang tertuang dalam buku petunjuk teknis tentang pendirian TBM dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat menuju masyarakat gemar membaca. Masyarakat yang gemar membaca diharapkan tidak lagi menjadi buta aksara kembali dengan adanya TBM. Meskipun mereka belum mendapat kesempatan belajar secara formal di sekolah, namun mereka dapat belajar melalui TBM.
Jenis layanan yang diberikan TBM adalah sebagai berikut:
  • Layanan taman bacaan masyarakat secara elektronik meliputi antara lain: (i) layanan bahan bacaan (buku, majalah, surat kabar/koran) digital, (ii) layanan informasi secara elektronik baik melalui media terkemas maupun dunia maya.
  • Layanan membaca di tempat dengan menyediakan ruangan yang nyaman dan didukung dengan variasi bahan bacaan bermutu, sesuai dengan kebutuhan pengunjung.
  • Layanan meminjamkan buku, artinya buku dapat dibawa pulang untuk dibaca di rumah dalam waktu tertentu, dan peminjam wajib mengembalikan buku,
  • Pembelajaran dengan menggunakan berbagai pendekatan, misalnya:
a. Membimbing teknik membaca cepat (scanning dan skimming),
b. Menemukan kalimat dan kata kunci dari bacaan,
c. Belajar efektif,
  • Praktek keterampilan dengan buku keterampilan yang ada, masyarakat/pengunjung
  • diajak untuk mempraktekkan bersama, seperti: praktek memasak
  • Kegiatan Literasi, melaksanakan kegiatan literasi yang menyenangkan dan
  • bermanfaat, seperti: bedah buku, diskusi isyu yang sedang berkembang, temu penulis, belajar menulis cerpen.
  • Melaksanakan lomba-lomba, seperti lomba kemampuan membaca (menceriterakan kembali buku yang telah dibaca), cerdas cermat sesuai keadaan masyarakat yang ada.
  • (http://paudni.kemdiknas.go.id/wp-content/uploads/2012/02/07.-Bantuan-Penguatan-TBM.pdf=Juni-2012).
Berdasarkan pelayanan yang diberikan oleh TBM, maka pelayanan yang diberikan hampir sama dengan berbagai pelayanan yang diberikan oleh perpustakaan. Terdapat sedikit perbedaan dalam hal penanganan koleksi perpustakaan dan koleksi TBM. Koleksi perpustakaan yang dilayankan kepada pemustaka harus diolah terlebih dahulu dengan sistem aturan yang baku. Sedangkan, TBM nampaknya tidak mempersoalkan pengolahan koleksi. Mungkin hanya dengan menggunakan kode tertentu untuk menandai kepemilikan koleksi TBM. Hal ini juga bisa dilihat, siapa yang mengelola sebuah TBM. Siapa saja bisa menjadi pengelola TBM selama yang bersangkutan dapat melakukan tugas dengan baik dan tekun.

Sesuai petunjuk teknis yang ada, maka TBM dikelola oleh sekurang-kurangnya 3 orang yang duduk dalam susunan organisasi. Pengelolaan TBM, terdiri atas: 1 orang ketua, 1 orang yang mengurusi administrasi dan teknis pemeliharaan, dan 1 orang memberikan layanan kepada masyarakat.
1) Ketua, mempunyai tugas: (a) memimpin TBM, (b) menyusun dan menetapkan program, (c) memajukan dan mengembangkan TBM, (d) melakukan hubungan kerjasama, dan (e) mengelola keuangan,
2) Urusan Administrasi dan Teknis, mempunyai tugas: (a) mengurus administrasi dan surat menyurat, (b) mengadakan seleksi dan pengadaan bahan bacaan, (c) melaksanakan pengolahan bahan bacaan, dan (d) melaksanakan pengembangan bahan bacaan,
3) Urusan Layanan, mempunyai tugas: (a) membuat tata tertib, (b) memberikan layanan TBM, dan (c) melaksanakan administrasi keanggotaan;
4) Tenaga operator sarana TBM berbasis elektronik, mempunyai tugas mengoperasikan layanan sarana TBM berbasis elektronik;
5) Tenaga teknis pemeliharaan sarana TBM berbasis elektronik, mempunyai tugas memelihara sarana TBM berbasis elektronik sehingga selalu siap digunakan.
(http://paudni.kemdiknas.go.id/wp-content/uploads/2012/02/07.-Bantuan-Penguatan-TBM.pdf=Juni-2012).

Gambaran di atas menunjukkan bahwa pengelola TBM tidak harus seorang pustawakan. Meskipun, koleksi TBM pun diolah sebagaimana mengolah koleksi perpustakaan. Namun, cara pengolahan koleksi TBM dilakukan sesuai aturan masing-masing TBM. Hal ini mengingat latar belakang masyarakat yang dilayani oleh TBM terdiri dari berbagai lapisan masyarakat. Selain itu, pelayanan yang diberikan oleh TBM lebih menekankan pada budaya baca tulis, dengan memperhatikan budaya lokal. Setiap TBM diharapkan dapat mewakili daerahnya dengan melestarikan budaya lokal yang ada. Dengan demikian, setiap TBM akan memiliki ciri kedaerahan sehingga memperkaya khazanah budaya negeri tercinta yang berbhinneka tunggal ika.

Sementara perpustakaan memberikan pelayanan yang lebih variatif. Apalagi perpustakaan memiliki ciri koleksi yang dapat mencerminkan jenis perpustakaan. Seperti telah dijelaskan di muka bahwa TBM merupakan cikal bakal perpustakaan umum. Koleksi yang dilayankan bersifat umum. Lain halnya jika koleksi yang dilayankan lebih banyak buku pelajaran, maka perpustakaan tersebut termasuk ke dalam perpustakaan sekolah.

Bisa disimpulkan sementara bahwa pengelolaan TBM diselenggarakan dengan cara lebih sederhana dibandingkan dengan pengelolaan perpustakaan. Hal ini kemungkinan karena TBM dikhususkan untuk pembelajaran masyarakat sekitar yang belum mendapat kesempatan sekolah secara formal. Di samping itu, TBM lebih menekankan pada keaksaraan. TBM ada sebagai upaya menuntaskan buta huruf, dan bagaimana menjaga mereka yang sudah melek huruf tetap dapat bertahan, bahkan semakin rajin membaca, ditambah dengan pemberian keterampilan dunia usaha. Jadi pelayanan TBM harus disesuaikan dengan keadaan masyarakat yang ada.
Salah satu tujuan didirikan TBM agar masyarakat yang sudah melek huruf tidak kembali buta huruf. Selain itu, TBM memberikan kesempatan belajar bagi mereka yang belum mendapatkan kesempatan belajar secara formal. Karenanya, TBM didirikan sesuai keinginan masyarakat yang ada juga melihat potensi daerah masing-masing.
Misalnya, TBM daerah pantai dengan mayoritas penduduk bekerja sebagai nelayan, maka dibutuhkan bahan bacaan yang sesuai. Penduduk nelayan bisa diberi masukan dengan bacaan tentang kewirausahaan yang berkaitan dengan hasil laut, atau wawasan ilmu tentang keterampilan tertentu di saat para nelayan tidak bisa melaut karena cuaca yang tidak memungkinkan. Karenanya penentuan bahan bacaan yang harus disediakan perlu memperhatikan : karakteristik masyarakat, kebutuhan nyata masyarakat, kemampuan baca masyarakat, dan sesuai dengan potensi lokal.
(http://paudni.kemdiknas.go.id/wp-content/uploads/2012/02/07.-Bantuan-Penguatan-TBM.pdf=Juni-2012).

Bagaimana dengan perpustakaan, apakah keberadaan TBM menjadi ‘momok' bagi perpustakaan? Tentu saja tidak. Justru keberadaan TBM menjadi jalan perpustakaan untuk memberikan pelayanan yang lebih baik, dan bisa berjalan beriringan dalam pencerdasan masyarakat. TBM dapat dijadikan sebagai mitra kerjasama dalam hal pelayanan maupun kerjasama saling berbagi ilmu.
Sementara menurut Blasius Sudarsono, TBM dan perpustakaan seharusnya membangun sinergi menuju kecerdasan dan kesejahteraan bangsa. Sudah saatnya, baik perpustakaan maupun TBM meningkatkan kesejahteraan selain kecerdasan dengan membaca (2012:146).
Bila pengelolaan perpustakaan mengutamakan koleksi yang diolah sesuai aturan yang baku, maka ilmu dalam pengelolaan perpustakaan dapat diterapkan dalam pengelolaan TBM. Pengelola perpustakaan yang disebut sebagai pustakawan dapat bekerja sama dalam hal membuat kegiatan yang kreatif bersama-sama dengan TBM. Meski perpustakaan melayani pemustaka dengan kategori pemustaka yang sudah bisa membaca, namun tidak tertutup kemungkinan untuk berperan serta dalam pemberantasan buta aksara.

Jikalau TBM mengutamakan kegiatan membaca, maka perpustakaan lebih menitikberatkan pada jenis pelayanan koleksi. Akan tetapi kerjasama dalam hal apa pun dapat dilakukan antara TBM dan perpustakaan secara bersama-sama, karena tujuan adanya TBM maupun perpustakaan untuk belajar sepanjang hayat. Hal yang utama, bagaimana agar masyarakat makin cerdas dan terangkat dari kebodohan dan kemiskinan. Kurangnya budaya membaca berkaitan erat dengan kebodohan dan kemiskinan. Jadi, budaya membaca merupakan unsur utama untuk mengantarkan siapa pun jauh dari kebodohan, kemiskinan, dan keterbelakangan.
Mengajak membaca tidak semudah membalik tapak tangan, hal ini mengingat budaya lisan yang berkembang dalam masyarakat. Oleh sebab itu, pengelola TBM dituntut kreatif dan inovatif agar masyarakat tertarik untuk belajar membaca.

Berikut ini beberapa langkah yang perlu dilakukan oleh para pengelola TBM dalam mengajak masyarakatnya mau membaca.
a. Mengenali masyarakat dan berbagai kebutuhannya
b. Melakukan sosialisasi TBM dan memberi kesadaran arti pentingnya kegiatan membaca kepada masyarakat
c. Membentuk kelompok sasaran berdasarkan kemampuan baca/kebutuhan untuk mempermudah bimbingan
d. Membimbing dan meningkatkan kemampuan baca kelompok sasaran,
e. Menyelenggarakan kegiatan yang bermanfaat
(http://paudni.kemdiknas.go.id/wp-content/uploads/2012/02/07.-Bantuan-Penguatan-TBM.pdf=Juni-2012).

Tak kenal maka tak sayang. Demikian halnya yang harus dilakukan oleh para pengelola TBM, harus berkenalan dengan masyarakat sekitar TBM didirikan. Masyarakat harus dipahamkan kegunaan membaca bagi keberlangsungan hidup kelak. Bebas buta huruf bukan berarti sudah bebas dari kegiatan membaca. Justru kegiatan membaca juga menulis harus diasah dan dilatih terus menerus.
Kegiatan membaca saja mungkin mendatangkan kebosanan, oleh karena itu pengelola harus mampu menciptakan kegiatan yang berkaitan dengan membaca. Misalnya menuliskan kembali apa yang telah dibaca, atau menceritakan hasil bacaan kepada lainnya (mendongeng). Dapat juga dilakukan dengan mempratekkan apa yang sedang dibaca. Misalnya buku tentang memasak, buku tentang keolahragaan agar tubuh sehat dan bugar, atau membuat keterampilan dari bahan koran bekas atau botol bekas, dan kegiatan lain sesuai bahan bacaan yang ada.

Kekayaan jenis bahan bacaan juga berpengaruh pada kreativitas masyarakat yang membaca. Jangan sampai bahan bacaan yang ada tidak berkembang atau bertambah. Kekayaan koleksi TBM dapat dikembangkan dengan cara bertukar dengan TBM lain, atau mengajukan proposal pengajuan bahan bacaan. Seperti yang tertuang dalam undang-undang tentang budaya baca, bahwa budaya baca difasilitasi oleh pemerintah daerah dengan buku murah dan berkualitas (Pasal 48).
Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat mendorong tumbuhnya taman bacaan masyarakat dan rumah baca untuk menunjang pembudayaan kegemaran membaca (Pasal 49). Sesuai bunyi pasal tersebut, bahwa TBM bisa diselenggarakan oleh siapa pun dengan catatan sesuai dengan keadaan masyarakat yang ada. Jangan sampai menyelenggarakan TBM asal jadi. Hal ini akan menjadikan masyarakat merasa dibohongi, dan punahlah harapan untuk bisa baca tulis.

Pemberantasan buta huruf merupakan upaya mulia menuju bangsa yang cerdas dan sejahtera. Oleh sebab itu, kegiatan yang dilakukan diupayakan merupakan kegiatan berbuah manis yang dapat membuka mata mereka yang belum mendapat kesempatan mencicipi bangku sekolah yang sebenarnya. Bahwa belajar merupakan kegiatan yang menyenangkan harus ditanamkan ke dalam sanubari mereka yang belum sempat bersekolah secara formal.

Menurut bunyi pasal 51 dari undang-undang perpustakaan, maka pembudayaan kegemaran membaca dilakukan melalui gerakan nasional gemar membaca yang dilaksanakan oleh pemerintah dan pemerintah daerah dengan melibatkan seluruh masyarakat dengan memanfaatkan perpustakaan. Di samping itu, pemerintah dan pemerintah daerah memberikan penghargaan kepada masyarakat yang berhasil melakukan gerakan pembudayaan gemar membaca. Hal ini harus diketahui oleh masyarakat pengelola TBM, sehingga masyarakat tidak merasa sendiri dalam melakukan budaya gemar membaca demi bangsa yang cerdas. Sebagaimana dijelaskan di muka, bahwa sosialisasi kepada masyarakat harus dilakukan betapa pentingnya belajar dengan membaca.
Penutup
Kesimpulan
  • TBM maupun perpustakaan merupakan wahana belajar sepanjang hayat
  • TBM maupun perpustakaan bersinergi mendukung pemberantasan buta huruf dengan budaya gemar membaca.
  • Budaya baca tulis sebagai bekal melawan kebodohan, kemiskinan, dan keterbelakangan menuju bangsa yang cerdas dan sejahtera
  • Bangsa yang cerdas adalah bangsa yang rakyatnya gemar membaca
Saran
  • Mari kita saling bergandeng tangan merapatkan barisan menggiring pertumbuhan budaya gemar membaca melalui TBM maupun perpustakaan.
  • Kita tinggalkan kebodohan, kemiskinan, dan keterbelakangan dengan budaya baca tulis.
  • Mari mulai dari diri sendiri, dari keluarga, menuju keluarga yang makin besar, desa, kelurahan, kecamatan, kabupaten, hingga propinsi. Akhirnya seluruh bangsa gemar membaca.
  • Memulai suatu kebaikan memang sulit, tapi harus dilakukan.
 Daftar Pustaka

Muhsin Kalida. Strategi Networking TBM. Yogyakarta: Cakruk Publishing, 2012
Ratih Rahmawati, Blasius Sudarsono. Perpustakaan untuk Rakyat: dialog anak dan bapak. Jakarta: Sagung Seto, 2012.
Sutarno NS. Manajemen Perpustakaan: suatu pendekatan praktik. Jakarta: Sagung Seto, 2006.
(http://paudni.kemdiknas.go.id/wp-content/uploads/2012/02/07.-Bantuan-Penguatan-TBM.pdf=Juni-2012)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Entri yang Diunggulkan

WAJAH BARU TBM HARAPAN BANGSA