www.bintangsitepu.wordpress.com
KETENAGAAN DI TAMAN BACAAN
B.P
Sitepu
ABSTRAK
Reading
skill and reading habit should be developed in all levels of society in
establishing reading and learning society which can not be avoided in this
modern age. The Community Reading Centers (CRC) which have been developed since
nineteen fifties are expected to stimulate the establishment and the
development of reading societies all over Indonesia. The Government has
provided some grants and facilities to empower the Centers to activate their
functions. As the expectation for these centers is so great, this preliminary
study made a close observation on four Centers located in Medan, North Sumatra.
Attention was focused on the number and quality of man power serving the
attendants in each Center. It is believed, the manpower plays a significant
role in the operation of the Center to do its function to reach the
predetermined goals. This preliminary study finds out that the quality of the
manpower in the four Centers influence the quality and quantity of the services
provided. The Center with experienced and active personnel is able to complete
its function better than the ones with lack of experiences and initiatives.
This study suggests the Government to give priority to training program in
empowering the Centers.
PENDAHULUAN
Latar
Belakang MasalahSalah satu tujuan kemerdekaan bangsa Indonesia ialah
mencerdaskan kehidupan bangsa yang dilakukan melalui pendidikan baik pendidikan
formal, nonformal, maupun informal. Melalui pendidikan itu, diharapkan setiap
orang memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dapat dipergunakan
sebagai modal untuk meningkatkan kemampuannya mengatasi berbagai masalah
sehingga secara mandiri atau bersama-sama dapat meningkatkan mutu kehidupannya
menjadi lebih sejahtera dan makmur secara jasmani dan rohani sampai akhir
hidupnya. Untuk kepentingan tersebut, maka setiap orang perlu terus menerus
meningkatkan kemampuannya melalui belajar sehingga proses belajar itu sendiri
berlangsung sepanjang hayat. Agar dapat belajar secara mandiri dan tidak selalu
tergantung pada orang lain, setiap individu perlu menguasai dan menerapkan cara
belajar yang efektif dan efisien.
Manusia
dapat belajar melalui berbagai sumber, seperti dari orang lain, lingkungan,
serta berbagai media cetak dan elektronik. Salah satu cara yang cukup praktis
dan murah ialah belajar melalui membaca berbagai jenis bahan yang tertulis atau
tercetak. Kegiatan membaca itu dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja
sesuai dengan kesempatan yang ada. Bahan bacaanpun relatif mudah diperoleh
dengan meminjam atau membeli. Akan tetapi untuk dapat melakukan itu, orang
perlu memiliki kemampuan membaca.
Mengingat
pentingnya kemampuan membaca untuk belajar menambah pengetahuan, keterampilan,
dan sikap maka Pemerintah sejak Indonesia merdeka berupaya memperluas
kesempatan belajar bagi semua Warga Negara Indonesia, baik melalui pendidikan
formal maupun melalui pendidikan nonformal. Program pemberantasan buta
huruf/aksara dilaksanakan dan ditingkatkan untuk menjangkau mereka yang masih
belum mampu membaca, menulis, dan berhitung karena berbagai alasan.
Di
samping memberikan kemampuan membaca, berbagai upaya dilaksanakan oleh
Pemerintah dan pihak swasta untuk menumbuhkan minat dan kebiasaan membaca
masyarakat sehingga menjadi salah satu kebutuhan hidup dan pada waktunya akan
menjadi salah satu identitas dan unsur budaya bangsa. Sekalipun demikian,
budaya baca tulis masyarakat Indonesia masih belum berkembang secara
menggembirakan. Warisan budaya lisan yang masih menganggap penyampaian pesan
yang diucapkan lebih penting dan lebih menarik daripada yang tertulis, masih
hidup di tengah-tengah masyarakat. Kenyataan ini terlihat dalam kehidupan
sehari-hari, baik di masyarakat perkotaan maupun di masyarakat pedesaan.
Pada
awal tahun lima puluhan telah berdiri dan berkembang Taman Pustaka Rakyat (TPR)
yang didirikan oleh Pendidikan Masyarakat. TPR yang bertujuan untuk
meningkatkan minat dan kegemaran membaca masyarakat dengan memberikan pelayanan
bahan bacaan. TPR ini kemudian pada tahun 1992/1993 berkembang menjadi Taman
Bacaan Masyarakat (TBM) yang tugas pokoknya ialah menyediakan berbagai jenis
bahan bacaan dalam membangun masyarakat gemar membaca dan gemar belajar
(Direktorat Pendidikan Masyarakat, 2006:1).
TBM
dapat didirikan, dikelola, serta dibiayai oleh masyarakat, pemerintah daerah,
atau masyarakat bekerja sama dengan pemerintah daerah. Seperti namanya, lokasi
TBM ini biasanya berada dekat dengan pemukiman atau kegiatan masyarakat.
Persyaratan pembentukannya yang tidak ketat, tata cara pengelolaannya yang
luwes dan tidak terlalu formal merupakan ciri yang membedakannya dengan
perpustakaan.
Di
jalur pendidikan nonformal keberadaan TBM dianggap sangat strategis dan
merupakan ujung tombak dalam memasyarakatkan gemar dan kebiasaan membaca
sehingga menjadi salah satu ciri kebudayaan masyarakat setempat. Oleh karena
itu, Pemerintah berupaya mengembangkan dan memberdayakan TBM sehingga menjadi
wadah yang mampu menyediakan berbagai bahan belajar yang dibutuhkan masyarakat serta
sekaligus sebagai tempat penyelenggaraan pembinaan kemampuan membaca dan
belajar serta tempat untuk mendapatkan berbagai informasi yang diperlukan
masyarakat. Oleh karena itu, TBM perlu dikelola oleh mereka yang memiliki
dedikasi dan kemampuan teknis dalam mengelola dan melaksanakan layanan
kepustakaan kepada masyarakat di samping menyediakan berbagai jenis bahan
bacaan.
Dalam
buku Pedoman Pengelolaan TBM yang diterbitkan Direktorat Pendidikan Masyarakat
(2006:1-2), disebutkan bahwa tujuan utama TBM adalah untuk: (1) membangkitkan
dan meningkatkan minat baca masyarakat sehingga tercipta masyarakat cerdas yang
selalu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, (2) menjadi
sebuah wadah kegiatan belajar masyarakat, dan (3) mendukung peningkatan
kemampuan aksarawan baru dalam Pemberantasan Buta Aksara sehinga tidak menjadi
buta aksara kembali. Mengacu pada tujuan itu maka TBM diharapkan berfungsi
sebagai: (1) sarana pembelajaran bagi masyarakat, (2) sarana hiburan (rekreasi)
dan pemanfaatan waktu secara efektif, dan (3) sarana informasi berupa buku dan
bahan bacaan lain yang sesuai dengan kebutuhan warga belajar dan masyarakat
setempat.
Pembudayaan
masyarakat menjadi tidak hanya gemar bahkan gandrung membaca memerlukan upaya
yang sungguh-sungguh, baik dari pihak Pemerintah maupun masyarakat sendiri.
Mengingat pengembangan dan peningkatan kegemaran membaca terkait dengan bahan
pustaka, maka gerakan nasional gemar membaca menjadi tugas dan tanggung jawab
Perpustakaan Nasional (RUU Perpustakaan, Pasal 17).
Akan
tetapi, belajar untuk mampu dan terampil membaca yang dilakukan secara terus
menerus sehingga menjadi kebiasaan orang perseorangan dan pada akhirnya akan
menjadi budaya masyarakat tidak dapat dipisahkan dari proses pembelajaran di
lembaga pendidikan formal dan nonformal.
Sehubungan
dengan hal tersebut di atas, maka dalam pengembangan organisasi Departemen
Pendidikan Nasional pada tahun 2005, Pemerintah membentuk unit kerja di
lingkungan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pendidikan Luar Sekolah yang bertugas
mengembangkan budaya baca masyarakat melalui TBM sebagai pusat sumber informasi
dan pembelajaran masyarakat, terutama bagi mereka yang tinggal di daerah
pedesaan dan kawasan miskin perkotaan. Sedangkan satuan pendidikan formal
berperan membina dan mengembangkan kegemaran membaca peserta didik, baik
melalui kegiatan pembelajaran maupun melalui optimalisasi pendayagunaan
perpustakaan yang ada.
Keberhasilan
Pemerintah dan masyarakat memberantas buta aksara dan meningkatkan jumlah
penduduk Indonesia yang memiliki kemampuan membaca, menulis, dan berhitung
perlu terus dibina dan ditingkatkan, khususnya bagi mereka yang merupakan
aksarawan baru dan yang sudah keluar dari jalur pendidikan formal. Ketiga
kemampuan dasar itu sangat diperlukan untuk memperoleh dan mengembangkan
penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni serta meningkatkan akhlak
manusia sepanjang hidupnya. Ketiga kemampuan itu juga merupakan modal dasar
bagi setiap orang untuk dapat belajar secara mandiri membangun dirinya sendiri
dan memperbaiki tingkat kehidupannya sehingga dapat hidup layak, sehat, dan
mempunyai harapan hidup yang lebih panjang.
Berbagai
bentuk bantuan telah diberikan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah kepada TBM
baik dalam bentuk dana, bahan bacaan, dan pemberdayaan tenaga pengelola TBM
melalui penyediaan pedoman pedoman, pelatihan, lokakarya, dan seminar.
Sungguhpun penumbuhkembangan minat dan kegemaran membaca serta pembentukan
masyarakat yang gandrung dan berbudaya baca memerlukan waktu yang cukup lama,
hasil yang diperoleh sampai sekarang ini kelihatannya belum semaju yang
diharapkan.
Berdasarkan
hasil pengamatan singkat dapatlah dikatakan bahwa kecenderungan yang dilakukan
oleh anggota masyarakat Indonesia, baik sebagai individu maupun kelompok,
apabila sedang berada: (a) di tempat penantian (ruang tunggu), yaitu di stasiun
kereta api, terminal atau halte bus, di rumah sakit/praktek dokter/apotek; (b)
dalam perjalanan, misalnya di kereta api, bus atau pesawat udara; atau (c)
dalam keadaan santai di tempat rekreasi, pada umumnya cenderung untuk “tidak
berbuat apa-apa (idle)”, kecuali hanya menikmati pemandangan alam sekitar,
berdiam diri, mengobrol dengan orang yang berada di dekatnya, atau menyibukkan
diri dalam permainan elektronik melalui telepon genggam.
Hasil
survei Litbang Kompas (2005) yang berkaitan dengan intensitas membaca,
menunjukkan kegiatan membaca masih belum menggembirakan perlu dicatat bahwa
survei yang melibatkan 786 responden berusia minimal 17 tahun tersebut bukan
mewakili seluruh masyarakat Indonesia, tetapi hasilnya dapat memberikan gejala
tentang aktivitas membaca di Indonesia. Hasil survei itu menunjukkan intensitas
responden membaca sebagaimana yang tertera dalam tabel 1 berikut.
Latar
Belakang Masalah
Salah
satu tujuan kemerdekaan bangsa Indonesia ialah mencerdaskan kehidupan bangsa
yang dilakukan melalui pendidikan baik pendidikan formal, nonformal, maupun
informal. Melalui pendidikan itu, diharapkan setiap orang memperoleh
pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dapat dipergunakan sebagai modal
untuk meningkatkan kemampuannya mengatasi berbagai masalah sehingga secara
mandiri atau bersama-sama dapat meningkatkan mutu kehidupannya menjadi lebih
sejahtera dan makmur secara jasmani dan rohani sampai akhir hidupnya. Untuk
kepentingan tersebut, maka setiap orang perlu terus menerus meningkatkan
kemampuannya melalui belajar sehingga proses belajar itu sendiri berlangsung
sepanjang hayat. Agar dapat belajar secara mandiri dan tidak selalu tergantung
pada orang lain, setiap individu perlu menguasai dan menerapkan cara belajar
yang efektif dan efisien.
Manusia
dapat belajar melalui berbagai sumber, seperti dari orang lain, lingkungan,
serta berbagai media cetak dan elektronik. Salah satu cara yang cukup praktis
dan murah ialah belajar melalui membaca berbagai jenis bahan yang tertulis atau
tercetak. Kegiatan membaca itu dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja
sesuai dengan kesempatan yang ada. Bahan bacaanpun relatif mudah diperoleh
dengan meminjam atau membeli. Akan tetapi untuk dapat melakukan itu, orang
perlu memiliki kemampuan membaca.
Mengingat
pentingnya kemampuan membaca untuk belajar menambah pengetahuan, keterampilan,
dan sikap maka Pemerintah sejak Indonesia merdeka berupaya memperluas
kesempatan belajar bagi semua Warga Negara Indonesia, baik melalui pendidikan
formal maupun melalui pendidikan nonformal. Program pemberantasan buta
huruf/aksara dilaksanakan dan ditingkatkan untuk menjangkau mereka yang masih
belum mampu membaca, menulis, dan berhitung karena berbagai alasan.
Di
samping memberikan kemampuan membaca, berbagai upaya dilaksanakan oleh
Pemerintah dan pihak swasta untuk menumbuhkan minat dan kebiasaan membaca
masyarakat sehingga menjadi salah satu kebutuhan hidup dan pada waktunya akan
menjadi salah satu identitas dan unsur budaya bangsa. Sekalipun demikian,
budaya baca tulis masyarakat Indonesia masih belum berkembang secara
menggembirakan. Warisan budaya lisan yang masih menganggap penyampaian pesan
yang diucapkan lebih penting dan lebih menarik daripada yang tertulis, masih
hidup di tengah-tengah masyarakat. Kenyataan ini terlihat dalam kehidupan
sehari-hari, baik di masyarakat perkotaan maupun di masyarakat pedesaan.
Pada
awal tahun lima puluhan telah berdiri dan berkembang Taman Pustaka Rakyat (TPR)
yang didirikan oleh Pendidikan Masyarakat. TPR yang bertujuan untuk
meningkatkan minat dan kegemaran membaca masyarakat dengan memberikan pelayanan
bahan bacaan. TPR ini kemudian pada tahun 1992/1993 berkembang menjadi Taman
Bacaan Masyarakat (TBM) yang tugas pokoknya ialah menyediakan berbagai jenis
bahan bacaan dalam membangun masyarakat gemar membaca dan gemar belajar
(Direktorat Pendidikan Masyarakat, 2006:1).
TBM
dapat didirikan, dikelola, serta dibiayai oleh masyarakat, pemerintah daerah,
atau masyarakat bekerja sama dengan pemerintah daerah. Seperti namanya, lokasi
TBM ini biasanya berada dekat dengan pemukiman atau kegiatan masyarakat.
Persyaratan pembentukannya yang tidak ketat, tata cara pengelolaannya yang
luwes dan tidak terlalu formal merupakan ciri yang membedakannya dengan
perpustakaan.
Di
jalur pendidikan nonformal keberadaan TBM dianggap sangat strategis dan
merupakan ujung tombak dalam memasyarakatkan gemar dan kebiasaan membaca
sehingga menjadi salah satu ciri kebudayaan masyarakat setempat. Oleh karena
itu, Pemerintah berupaya mengembangkan dan memberdayakan TBM sehingga menjadi
wadah yang mampu menyediakan berbagai bahan belajar yang dibutuhkan masyarakat
serta sekaligus sebagai tempat penyelenggaraan pembinaan kemampuan membaca dan
belajar serta tempat untuk mendapatkan berbagai informasi yang diperlukan
masyarakat. Oleh karena itu, TBM perlu dikelola oleh mereka yang memiliki
dedikasi dan kemampuan teknis dalam mengelola dan melaksanakan layanan
kepustakaan kepada masyarakat di samping menyediakan berbagai jenis bahan
bacaan.
Dalam
buku Pedoman Pengelolaan TBM yang diterbitkan Direktorat Pendidikan Masyarakat
(2006:1-2), disebutkan bahwa tujuan utama TBM adalah untuk: (1) membangkitkan
dan meningkatkan minat baca masyarakat sehingga tercipta masyarakat cerdas yang
selalu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, (2) menjadi
sebuah wadah kegiatan belajar masyarakat, dan (3) mendukung peningkatan
kemampuan aksarawan baru dalam Pemberantasan Buta Aksara sehinga tidak menjadi
buta aksara kembali. Mengacu pada tujuan itu maka TBM diharapkan berfungsi
sebagai: (1) sarana pembelajaran bagi masyarakat, (2) sarana hiburan (rekreasi)
dan pemanfaatan waktu secara efektif, dan (3) sarana informasi berupa buku dan
bahan bacaan lain yang sesuai dengan kebutuhan warga belajar dan masyarakat
setempat.
Pembudayaan
masyarakat menjadi tidak hanya gemar bahkan gandrung membaca memerlukan upaya
yang sungguh-sungguh, baik dari pihak Pemerintah maupun masyarakat sendiri.
Mengingat pengembangan dan peningkatan kegemaran membaca terkait dengan bahan
pustaka, maka gerakan nasional gemar membaca menjadi tugas dan tanggung jawab
Perpustakaan Nasional (RUU Perpustakaan, Pasal 17).
Akan
tetapi, belajar untuk mampu dan terampil membaca yang dilakukan secara terus
menerus sehingga menjadi kebiasaan orang perseorangan dan pada akhirnya akan
menjadi budaya masyarakat tidak dapat dipisahkan dari proses pembelajaran di
lembaga pendidikan formal dan nonformal.
Sehubungan
dengan hal tersebut di atas, maka dalam pengembangan organisasi Departemen
Pendidikan Nasional pada tahun 2005, Pemerintah membentuk unit kerja di
lingkungan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pendidikan Luar Sekolah yang bertugas
mengembangkan budaya baca masyarakat melalui TBM sebagai pusat sumber informasi
dan pembelajaran masyarakat, terutama bagi mereka yang tinggal di daerah
pedesaan dan kawasan miskin perkotaan. Sedangkan satuan pendidikan formal
berperan membina dan mengembangkan kegemaran membaca peserta didik, baik
melalui kegiatan pembelajaran maupun melalui optimalisasi pendayagunaan
perpustakaan yang ada.
Keberhasilan
Pemerintah dan masyarakat memberantas buta aksara dan meningkatkan jumlah
penduduk Indonesia yang memiliki kemampuan membaca, menulis, dan berhitung
perlu terus dibina dan ditingkatkan, khususnya bagi mereka yang merupakan
aksarawan baru dan yang sudah keluar dari jalur pendidikan formal. Ketiga
kemampuan dasar itu sangat diperlukan untuk memperoleh dan mengembangkan
penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni serta meningkatkan akhlak
manusia sepanjang hidupnya. Ketiga kemampuan itu juga merupakan modal dasar
bagi setiap orang untuk dapat belajar secara mandiri membangun dirinya sendiri
dan memperbaiki tingkat kehidupannya sehingga dapat hidup layak, sehat, dan
mempunyai harapan hidup yang lebih panjang.
Berbagai
bentuk bantuan telah diberikan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah kepada TBM
baik dalam bentuk dana, bahan bacaan, dan pemberdayaan tenaga pengelola TBM
melalui penyediaan pedoman pedoman, pelatihan, lokakarya, dan seminar.
Sungguhpun penumbuhkembangan minat dan kegemaran membaca serta pembentukan
masyarakat yang gandrung dan berbudaya baca memerlukan waktu yang cukup lama,
hasil yang diperoleh sampai sekarang ini kelihatannya belum semaju yang
diharapkan.
Berdasarkan
hasil pengamatan singkat dapatlah dikatakan bahwa kecenderungan yang dilakukan
oleh anggota masyarakat Indonesia, baik sebagai individu maupun kelompok,
apabila sedang berada: (a) di tempat penantian (ruang tunggu), yaitu di stasiun
kereta api, terminal atau halte bus, di rumah sakit/praktek dokter/apotek; (b)
dalam perjalanan, misalnya di kereta api, bus atau pesawat udara; atau (c)
dalam keadaan santai di tempat rekreasi, pada umumnya cenderung untuk “tidak
berbuat apa-apa (idle)”, kecuali hanya menikmati pemandangan alam sekitar,
berdiam diri, mengobrol dengan orang yang berada di dekatnya, atau menyibukkan
diri dalam permainan elektronik melalui telepon genggam.
Hasil
survei Litbang Kompas (2005) yang berkaitan dengan intensitas membaca,
menunjukkan kegiatan membaca masih belum menggembirakan perlu dicatat bahwa
survei yang melibatkan 786 responden berusia minimal 17 tahun tersebut bukan
mewakili seluruh masyarakat Indonesia, tetapi hasilnya dapat memberikan gejala
tentang aktivitas membaca di Indonesia. Hasil survei itu menunjukkan intensitas
responden membaca sebagaimana yang tertera dalam tabel 1 berikut.
Data
di atas menunjukkan antara lain bahwa jumlah responden yang melakukan kegiatan
membaca setiap hari masih rendah termasuk mereka yang tergolong berpendidikan
tinggi (35,5%). Semakin rendah tingkat pendidikan seseorang, maka semakin
rendah pula frekuensi aktivitas membacanya. Bahkan cukup banyak, khususnya yang
berpendidikan rendah, yang menyatakan tidak mempunyai kebiasaan membaca.
Intensitas membaca untuk mereka yang baru melek huruf atau aksarawan baru
mungkin akan lebih memprihatinkan lagi, dan tidak tertutup kemungkinan mereka
kembali menjadi buta aksara apabila tidak diikuti dengan pembinaan lebih
lanjut.
Indikator
lain dapat juga dilihat dari jumlah dana yang digunakan untuk membeli buku.
Berdasarkan sumber yang sama (Litbang Kompas, 2005), sebagian besar (88%)
responden tidak menyediakan dana untuk membeli buku. Hanya sebagian kecil
responden (12%) yang menyediakan dana kurang dari Rp100.000 per bulan untuk
membeli buku. Dengan demikian, membeli buku tampaknya masih belum merupakan
prioritas bagi sebagian besar responden. Oleh karena itu, tidak mengherankan
kalau sedikit sekali dari responden (14,3%) yang memiliki perpustakaan pribadi
di rumah dan bahkan responden yang menjadi anggota perpustakaan pun jumlahnya
sedikit (23%).
Kondisi
tersebut di atas akan lebih memprihatinkan lagi bagi kalangan masyarakat yang
tergolong miskin atau berada di bawah garis kemiskinan serta mereka yang
tinggal di daerah terpencil dan jauh dari kemungkinan mendapat bahan bacaan.
Sebagai
informasi, jumlah penduduk miskin di daerah pedesaan tahun 2003-2004 adalah
24,78 juta orang dan penduduk miskin di daerah perkotaan 11,37 juta orang.
Meskipun hasil survei yang dilakukan oleh Litbang Kompas tersebut tidak dapat
digeneralisasikan untuk seluruh masyarakat Indonesia, namun data yang diperoleh
dapat dijadikan sebagai gejala atau indikasi tentang belum berkembangnya
kegiatan dan kebiasaan membaca menjadi salah satu unsur budaya bangsa.
Dalam
leaflet Membaca Jadikan Kualitas Hidup Lebih Baik (Direktorat Pendidikan
Masyarakat, 2006), pada tahun 2007 Pemerintah menargetkan menambah 6.000 TBM di
seluruh Indonesia sehingga pada awal tahun 2008 terdapat setidak-tidaknya
8.4000 TBM di seluruh Indonesia. Untuk jangka panjang ditargetkan setiap desa
setidak-tidaknya memiliki satu TBM. Setiap TBM diharapkan dapat berfungsi
sebagai mesin penggerak dan fasilitator pembentukan masyarakat gandrung membaca
dan belajar.
Besarnya
harapan, perhatian, dan bantuan kepada TBM ini mengundang keingintahuan keadaan
dan kegiatan yang berlangsung di setiap TBM. Namun, keberhasilan TBM
melaksanakan tugasnya untuk mencapai tujuan yang diharapkan bergantung pada
tenaga yang ada. Oleh karena itu keadaan tenaga pengelola TBM menarik untuk
dicermati dan diketahui.
Masalah
Berdasarkan
uraian sebelumnya maka masalah perlu diteliti di TBM: (1) sarana apa saja yang
dimiliki, (2) kegiatan apa yang dilakukan, (3) berapa jumlah pengelola, dan (4)
bagaimana kemampuan pengelola TBM.
Tujuan
Penelitian
Penelitian
yang masih bersifat penelitian pendahuluan (preliminary study) ini bertujuan
untuk memberikan gambaran keadaan dan kegiatan TBM dengan memberikan penekanan
pada peranan tenaga pengelola TBM. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan
sebagai salah satu acuan dalam mengembangkan penelitian sejenis dengan
jangkauan yang lebih luas sehingga hasilnya dapat digeneralisasi sehingga
bermanfaat dalam merumuskan kebijakan dalam pengembangan TBM secara nasional.
Data
di atas menunjukkan antara lain bahwa jumlah responden yang melakukan kegiatan
membaca setiap hari masih rendah termasuk mereka yang tergolong berpendidikan
tinggi (35,5%). Semakin rendah tingkat pendidikan seseorang, maka semakin
rendah pula frekuensi aktivitas membacanya. Bahkan cukup banyak, khususnya yang
berpendidikan rendah, yang menyatakan tidak mempunyai kebiasaan membaca.
Intensitas membaca untuk mereka yang baru melek huruf atau aksarawan baru
mungkin akan lebih memprihatinkan lagi, dan tidak tertutup kemungkinan mereka
kembali menjadi buta aksara apabila tidak diikuti dengan pembinaan lebih
lanjut.
Indikator
lain dapat juga dilihat dari jumlah dana yang digunakan untuk membeli buku.
Berdasarkan sumber yang sama (Litbang Kompas, 2005), sebagian besar (88%)
responden tidak menyediakan dana untuk membeli buku. Hanya sebagian kecil
responden (12%) yang menyediakan dana kurang dari Rp100.000 per bulan untuk
membeli buku. Dengan demikian, membeli buku tampaknya masih belum merupakan
prioritas bagi sebagian besar responden. Oleh karena itu, tidak mengherankan
kalau sedikit sekali dari responden (14,3%) yang memiliki perpustakaan pribadi
di rumah dan bahkan responden yang menjadi anggota perpustakaan pun jumlahnya
sedikit (23%).
Kondisi
tersebut di atas akan lebih memprihatinkan lagi bagi kalangan masyarakat yang
tergolong miskin atau berada di bawah garis kemiskinan serta mereka yang
tinggal di daerah terpencil dan jauh dari kemungkinan mendapat bahan bacaan.
Sebagai
informasi, jumlah penduduk miskin di daerah pedesaan tahun 2003-2004 adalah
24,78 juta orang dan penduduk miskin di daerah perkotaan 11,37 juta orang.
Meskipun
hasil survei yang dilakukan oleh Litbang Kompas tersebut tidak dapat
digeneralisasikan untuk seluruh masyarakat Indonesia, namun data yang diperoleh
dapat dijadikan sebagai gejala atau indikasi tentang belum berkembangnya
kegiatan dan kebiasaan membaca menjadi salah satu unsur budaya bangsa.Dalam
leaflet Membaca Jadikan Kualitas Hidup Lebih Baik (Direktorat Pendidikan
Masyarakat, 2006), pada tahun 2007 Pemerintah menargetkan menambah 6.000 TBM di
seluruh Indonesia sehingga pada awal tahun 2008 terdapat setidak-tidaknya
8.4000 TBM di seluruh Indonesia. Untuk jangka panjang ditargetkan setiap desa
setidak-tidaknya memiliki satu TBM. Setiap TBM diharapkan dapat berfungsi
sebagai mesin penggerak dan fasilitator pembentukan masyarakat gandrung membaca
dan belajar.
Besarnya
harapan, perhatian, dan bantuan kepada TBM ini mengundang keingintahuan keadaan
dan kegiatan yang berlangsung di setiap TBM. Namun, keberhasilan TBM
melaksanakan tugasnya untuk mencapai tujuan yang diharapkan bergantung pada
tenaga yang ada. Oleh karena itu keadaan tenaga pengelola TBM menarik untuk
dicermati dan diketahui.
Masalah
Berdasarkan
uraian sebelumnya maka masalah perlu diteliti di TBM: (1) sarana apa saja yang
dimiliki, (2) kegiatan apa yang dilakukan, (3) berapa jumlah pengelola, dan (4)
bagaimana kemampuan pengelola TBM.
Tujuan
Penelitian
Penelitian
yang masih bersifat penelitian pendahuluan (preliminary study) ini bertujuan
untuk memberikan gambaran keadaan dan kegiatan TBM dengan memberikan penekanan
pada peranan tenaga pengelola TBM. Hasil penelitian ini diharapkan dapat
dijadikan sebagai salah satu acuan dalam mengembangkan penelitian sejenis
dengan jangkauan yang lebih luas sehingga hasilnya dapat digeneralisasi
sehingga bermanfaat dalam merumuskan kebijakan dalam pengembangan TBM secara
nasional.
METODOLOGI
PENELITIAN
Oleh
karena banyaknya jumlah TBM yang tersebar di seluruh Indonesia dan penelitian
ini bersifat penelitian pendahuluan, maka objek penelitian ini dilakukan
melalui pengamatan terbatas di empat TBM. Keempat TBM dipilih secara acak di
Kotamadya Medan dan tidak dianggap mewakili TBM lainnya di wilayah dan di luar
wilayah Kotamadya Medan. Data dikumpulkan melalui wawancara, pengamatan
langsung, serta studi dokumen. Pengumpulan data dilakukan dari tanggal 17
sampai dengan 19 Desember 2007. Data disajikan secara deskriptif dan dianalisis
berdasarkan pedoman-pedoman penyelenggaraan TBM yang ada. Sesuai dengan tujuan
dan sifat penelitian ini, maka tidak dilakukan kajian teori yang mendalam.
HASIL
PENELITIAN
Deskripsi
Data
Berikut
ini disajikan secara berurutan data dan informasi yang diperoleh melalui
wawancara, pengamatan, dan studi dokumen di (1) TBM EMPHATY, (2) TBM KURSUS
KOMPUTER PAKPAK MANDIRI (3) TBM TELADAN, dan (4) LPNF TBM PLUS MAS RADEN. Data
dan informasi yang diperoleh mencakup organisasi, sarana, kegiatan, dan tenaga
pengelola.
1.
TBM Emphaty
TBM
Emphaty berlokasi di Jl. Jamin Ginting No 408 Padang Bulan, Medan Selayang, dan
berada di bawah Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Emphaty yang didirikan
oleh Yayasan Empahty, sebuah LSM yang bergerak di bidang pemberdayaan dan
pendidikan anak miskin perkotaan. TBM ini mulai beroperasi pada bulan Februari
2002 dan di samping menyelenggarakan TBM, PKBM Emphaty me-nyelenggarakan
program Keaksaraan Fungsional (KF), Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Paket B
dan C, dan Life Skills (Kecakapan Hidup). PKBM ini menempati sebuah gedung
berlantai dua berbentuk rumah toko menghadap jalan utama antarpropinsi dan
ramai lalu lintas dari luar kota ke arah Medan dan sebaliknya. Bagian depan
lantai dasar dipergunakan sebagai ruang belajar dan bagian belakang menuju
pintu ke halaman belakang serta di dekat tangga ke lantai dua dipergunakan
sebagai Taman Bacaan Masyarakat (TBM). Di tingkat dua, dipakai sebagai kantor
Yayasan dan tempat belajar.
Di
ruang TBM yang ukurannya empat kali tiga meter itu terlihat satu rak buku
dengan enam susun dan ukuran dua kali empat meter, sebuah lemari buku, sebuah
televisi, dua kursi, serta satu lemari etalase kaca yang kosong. Tidak terlihat
meja untuk membaca dan juga tidak terlihat meja dan kursi untuk petugas TBM.
Rak atas buku yang terlihat kusam itu, diisi penuh dengan buku-buku paket B dan
C. Kulit dan isi buku-buku itu terlihat bersih dan tidak terlihat tanda-tanda
buku itu sering dibaca. Di rak buku lainnya berserakan buku-buku bacaan dan
sejumlah majalah terbitan lama. Di lemari buku yang berdebu terlihat beberapa
buku dan majalah yang tidak tertata. Seluruh koleksi bahan bacaan berjumlah
sekitar 177 judul dengan jumlah secara keseluruhan 364 eksemplar. Sebagian
besar dari buku-buku itu adalah buku paket B dan C, serta selebihnya buku dan
majalah yang berkaitan dengan aama, wirausaha, kesehatan, pengetahuan populer,
dan cerita teladan. Tidak terlihat klasifikasi jenis buku dan identitas
kepemilikan buku dan bahan bacaan itu. Juga tidak terlihat kartu katalog atau
kartu peminjaman. Namun, TBM ini memiliki Daftar Buku TBM, yang berisi data
buku seperti tanggal penerimaan buku, nomor induk, judul buku, cetakan, jilid,
tahun terbit, dan penerbit buku. Di buku yang ditulis tangan itu tidak
tercantum data tentang asal buku. Berdasarkan penjelasan pengelola, buku
koleksi TBM itu berasal dari Dinas Pendidikan, Kanwil Departemen Agama Sumatra
Utara, dan Gereja setempat dengan perincian: 100 judul dari Dinas Pendidikan,
50 judul dari Kanwil Depag, dan 27 judul dari Gereja setempat. TBM untuk umum
dibuka empat hari dalam seminggu, yaitu pada hari Senin, Selasa, Kamis, dan
Sabtu.
Ketika
pengamatan dilakukan pada hari Selasa (hari operasi/buka TBM), tidak terlihat
ada pengunjung ke TBM. Menurut informasi pengelola, rata-rata jumlah pengunjung
per hari adalah 10 orang yang semuanya adalah peserta program Paket B atau C
yang dikelola Yayasan itu. Dalam buku Daftar Peminjam Buku terlihat data
pengunjung dari tanggal 15 Januari sampai 3 April 2007 dengan jumlah pengunjung
sebanyak 65 orang terdiri atas 15 orang warga belajar Program Paket B dan 50
orang warga belajar Program Paket C. Tidak ada data sebelum dan sesudah periode
itu. Juga tidak diperoleh alasan yang jelas mengapa tidak ada data sebelum dan
sesudah periode tersebut.
Dalam
struktur organisasinya, TBM ini dikelola oleh seorang ibu rumah tangga (isteri
Ketua PKBM Emphaty) dengan latar belakang S1 di bidang ilmu sosial. Ibu
tersebut belum pernah memperoleh pelatihan tentang pengelolaan TBM serta tidak
pernah memperoleh pengalaman mengelola TBM atau perpustakaan sebelumnya. Dalam
struktur organisasi TBM tertera nama ketua, sekretaris, dan pustakawan.
Berdasarkan informasi yang diperoleh, belum ada di antaranya yang pernah
memperoleh penataran atau pelatihan tentang pengelolaan TBM atau perpustakaan.
Dalam kegiatan sehari-hari ketiga orang tersebut lebih banyak membantu kegiatan
PKBM di luar TBM.
2.
TBM Kursus Komputer Pakpak Mandiri
TBM
ini diselenggarakan oleh PKBM Pakpak Mandiri milik Yayasan Pakpak Mandiri. PKBM
Pakak Mandiri bergerak di bidang pemberdayaan masyarakat dan kecakapan hidup
(life skills). TBM ini mulai beroperasi Mei 2005. Semula berlokasi di Jl. Luku
I No. 92 dan dalam bulan November 2007 TBM ini pindah ke Jl. Luku I, Gg. Spadan
No. 18, di Kelurahan Bekala, Kecamatan Medan Johar. Jarak dari tempat lama ke
tempat baru itu sekitar 300 meter, dan alasan perpindahan dari lokasi yang
semula menghadap jalan raya ke lokasi perumahan penduduk itu adalah tempat yang
semula dikontrak akan dijual oleh pemiliknya. Bangunan yang sekarang ditempati
TBM ini berbentuk rumah dengan ukuran 6 x 10 meter dan diisi dengan lima buah
meja, 30 kursi belajar, 20 perangkat komputer dan dua printer yang dipergunakan
untuk kursus komputer, serta sebuah papan tulis.
Yayasan
ini juga sedang menyelenggarakan Program Paket A, B, dan C dengan warga belajar
secara keseluruhan sebanyak 88 warga belajar dengan perincian 14 warga belajar
Program Paket A, 18 warga belajar Program Paket B, dan 56 warga belajar Program
Paket C.
Tidak
terlihat lemari dan rak buku tempat menyimpan bahan bacaan. Pada dinding kiri
dan kanan ruangan tergantung rapih puluhan majalah dalam negeri seperti Gatra,
Forum, Tempo, Hidup, dan Inti Sari, serta terbitan luar negeri seperti Newsweek
dan Sportif. Di samping itu terlihat juga beberapa judul buku Program Paket dan
C. Berdasarkan data yang diperoleh, terdapat 85 judul bahan bacaan dengan
jumlah keseluruhan 142 eksemplar. Penempatan majalah dan buku dalam posisi
tergantung pada dinding sampai mendekati langit-langit itu terlihat seperti
“dinding pamer”, hanya dapat dilihat kulit luar majalah serta buku dan sulit
dapat dijangkau serta diambil karena jaraknya yang cukup tinggi dari lantai.
Menurut pengelola, bahan bacaan yang dimiliki TBM itu diperoleh atas usaha
sendiri dan tidak pernah mendapat bantuan buku, bahan bacaan lainnya, atau dalam
bentuk dana dari instansi Pemerintah atau lembaga swasta, sungguhpun sudah
berkali-kali mengajukan proposal untuk memperoleh bantuan dana dan bahan
bacaan.
Tidak
terlihat daftar judul bahan bacaan koleksi TBM ini tetapi terdapat Buku
Peminjaman/Pengembalian TBM Kursus Komputer Pakpak Mandiri yang berisi daftar
pengunjung mulai 12 Juli 2005 sampai dengan 30 Juli 2006 sebanyak 177 orang
pengunjung. Data itu ditulis dengan tulisan tangan yang warna tinta dan bentuk
tulisan yang sama. Tidak diperoleh data yang jelas mengapa daftar itu tidak
diteruskan sesudah periode itu. Menurut pengelola, pengunjung dapat membaca
bahan bacaan itu di ruang tempat belajar dan pada umumnya pengunjung adalah
warga belajar paket A, B, C, atau peserta kursus komputer. Warga lain hampir
tidak pernah datang ke TBM itu. Sewaktu pengamatan, tidak terlihat pengunjung
di TBM ini dan hal tersebut menurut pengelola, kegiatan di TBM itu diliburkan
mulai 11 Desember 2007 sampai bulan Januari 2008.
Pada
struktur organisasi tergambar pengelolaan TBM ini dilakukan oleh seorang
kepala, seorang petugas bidang administrasi dan teknis, dan seorang petugas
untuk bidang pengelolaan. Sewaktu pengamatan dilakukan, yang ditemukan hanya
kepala TBM yang juga pendirinya dengan latar belakang sarjana teknik di bidang
pertanian serta bertugas sebagai dosen di salah satu perguruan tinggi swasta di
Medan. Ketiga pengelola itu belum pernah memperoleh pelatihan atau pendidikan
tentang pengelolaan TBM ataupun perpustakaan.
3.
TBM Teladan
TBM
yang berlokasi di kompleks SLTP Al Washliyah 29, Jl. Stadion No. 12, Desa
Teladan Barat, Medan ini berdiri pada tahun 1998. TBM yang dikelola oleh PKBM
Teladan ini menyatu dengan Perpustakaan SLTP Al Washliyah 29 dan terbuka untuk
masyarakat umum. Di sekitar TBM ini terdapat sejumlah sekolah/madrasah,
perguruan tinggi, dan beberapa rumah penduduk, kios, serta kantor. Pada waktu
pengamatan, TBM ini menempati ruangan berukuran 5 x 3 meter, tetapi menurut
informasi yang diperoleh, tempat itu bersifat sementara karena ruangan yang
sesungguhnya sedang direnovasi.
Di
dalam ruangan terdapat meja dan kursi petugas, dua rak lemari yang panjang,
masing-masing memiliki empat tingkat rak. Satu rak buku dipakai untuk buku-buku
perpustakaan SLTP Al Washliyah dan satu rak lagi dipakai untuk buku-buku SLTP
Al Washliyah dan buku-buku TBM dengan jumlah keseluruhan sebanyak 200 judul
buku. Baik buku-buku SLTP Al Washliyah dan buku-buku TBM disusun berdasarkan
kelompok isi buku, misalnya buku-buku ilmu murni, buku-buku keterampilan, dan
buku agama, buku Program Paket B dan C, serta majalah ilmiah. TBM ini tidak
memiliki kursi dan meja baca dengan alasan pengunjung melakukan kegiatan
membaca dengan duduk di lantai.
Di
ruangan TBM itu terdapat buku Daftar Inventaris Buku TBM PKBM Teladan. Akan
tetapi, data dalam Daftar itu tidak lengkap, misalnya tidak terisi nomor urut
dan nomor induk buku, tidak tercantum tahun terbit, sumber, harga, dan jumlah
eksemplar buku. Dari Daftar buku itu tidak dapat diketahui secara tepat jumlah
judul dan eksemplar buku.
Di
samping Buku Daftar Inventaris Buku, TBM ini dilengkapi dengan Buku Tamu, dan
Buku Peminjaman dan Pengembalian Buku yang terisi mulai 14 September sampai
dengan 20 Desember 2007. Data dalam Buku Peminjaman dan Pengembalian Buku itu
menunjukkan jumlah rata-rata peminjam buku adalah tiga orang per hari dan
pengunjung itu adalah siswa dan siswi SMP Alwasliyah 29. Buku-buku yang
diminati adalah buku-buku pelajaran dan cerita agama. Akan tetapi pada waktu
pengamatan tidak terlihat pengunjung TBM itu.
TBM
ini dikelola oleh seorang ketua yang juga menjabat ketua PKBM Teladan dan
seorang petugas penjaga yang masih kuliah di salah satu universitas swasta
dekat TBM itu. Sejak berdiri petugas pelayanan telah berganti beberapa kali dan
petugas yang ditemui baru bertugas sejak Agustus 2006. Oleh karena baru
bertugas sekitar satu setengah tahun, yang bersangkutan tidak bisa memberikan
data dan informasi yang lengkap mengenai sumber bahan bacaan serta upaya-upaya
lain yang dilakukan oleh TBM Teladan. Yang bersangkutan juga belum pernah
mengikuti penataran atau pelatihan tentang pengelolaan TBM atau perpustakaan.
4.
LPNF TBM PLUS MAS RADEN
TBM
yang semula bernama TBM MAS RADEN ini didirikan April 2003 dengan lokasi di
Medan Perjuangan dan tiga tahun kemudian (April 2006) pindah ke Jl. Karya Jaya
No. 192, Medan Johor. Bangunan yang ditempati berbentuk toko dengan ukuran 8 x
16 meter dengan dinding papan, lantai semen, dan atap seng. Bangunan ini
menghadap jalan raya yang ramai lalu lintas dan pada awalnya di sewa dan
dipergunakan oleh dua pedagang, pedagang jamu dan pedagang sate. Ruangannya
dibagi dua dengan sekat pemisah. Satu ruang dipergunakan untuk jualan jamu
disertai dengan penyewaan bahan bacaan dan satu ruangan dipergunakan untuk
jualan sate oleh pedagang yang berbeda. Sambil minum jamu, pengunjung
melihat-lihat, dan membaca-baca buku yang disewakan. Lama kelamaan perhatian
pengunjung lebih banyak pada bahan bacaan meskipun jamu masih tetap ditawarkan.
TBM
ini berubah nama menjadi Lembaga Pendidikan Nonformal (LPNF) TBM PLUS MAS RADEN
mulai Maret 2007 sesuai dengan yang tertera dalam akte notaris pendiriannya.
Perubahan nama ini dikaitkan dengan pengembangan kegiatan TBM yang tidak hanya
sebagai tempat membaca dan meminjam bahan bacaan akan tetapi juga memberikan
pelayanan bagi anggotanya yang mengalami kesulitan memperoleh sumber-sumber
belajar. Kelebihannya juga terlihat dari adanya kegiatan warung jamu Nyonya
Raden di dalam TBM ini serta penyediaan kaca mata plus bagi mereka yang
memerlukannya.
Berawal
dari koleksi buku keluarga, kini TBM ini memiliki 1.450 judul dengan jumlah
keseluruhan 11.500 eksemplar bahan bacaan yang ditata menurut jenis buku dalam
13 rak dan lemari buku. Bahan bacaan itu terdiri atas 1.000 judul buku agama,
50 judul buku untuk perguruan tinggi, 100 judul untuk pelajar, 100 judul
majalah dan 200 judul lainnya bahan bacaan umum seperti novel dan komik.
Koleksi buku ini diperkaya rata-rata dua kali seminggu dengan membeli sekitar
30 judul bahan bacaan baru dan bekas dengan nilai antara Rp 250.000 sampai Rp
300.000. Di samping dalam bentuk buku dan majalah, TBM ini juga memiliki bahan
informasi dalam bentuk poster, brosur, peta, CD, dan VCD. Ke depan TBM ini
diarahkan ke TBM yang berbasis teknologi informasi.
Untuk
keperluan membaca disediakan 10 meja dan 30 kursi, untuk pengunjung disediakan
satu buah toilet dan kamar mandi. TBM ini mulai beroperasi setiap hari dengan
jam pelayanan Senin sampai Kamis, mulai pukul 2.00 siang sampai pukul 2.00 pagi
dan pada hari Jumat sampai Minggu mulai pukul 12.00 siang sampai jpukul 2.00
pagi.Waktu buka ini disesuaikan dengan waktu lenggang kebanyakan pengunjung.
Berdasarkan
data Desember 2006 jumlah anggota TBM ini mencapai 1.237 orang terdiri atas
berbagai kalangan masyarakat. Masing-masing anggota dilengkapi dengan kartu
anggota. Rata-rata jumlah pengunjung setiap hari mencapai 50 orang yang terdiri
atas pedagang, pegawai, ibu-ibu rumah tangga, pelajar, dan mahasiswa. Mereka
datang pada umumnya untuk membaca di tempat dan meminjam bahan bacaan. Sebagian
(50%) dari pengunjung meminjam bahan bacaan untuk jangka waktu peminjaman
antara satu sampai tiga hari. Pengunjung yang membaca buku di TBM tidak
dikenakan biaya sedangkan yang meminjam buku dikenakan biaya Rp 1.000 sampai Rp
2.000 bergantung pada ketebalan bahan bacaan yang dipinjam. Akan tetapi,
apabila peminjam mengembalikan buku melewati batas waktu pengembalian,
dikenakan denda yang jumlahnya sesuai dengan keikhlasan pengunjung dan
dimasukkan ke dalam kotak infak. Pada waktu tertentu denda itu dikumpulkan dan
disumbangkan ke mesjid, panti asuhan dan fakir miskin. Sedangkan dana yang
diperoleh dari penyewaan buku itu dipergunakan untuk biaya operasional TBM
serta untuk pembelian bahan bacaan.
Dokumen
data pendukung anggota TBM ditata dan diarsipkan dalam file khusus. Sedangkan
data koleksi bahan bacaan serta daftar pengunjung dan peminjam dicatat dalam
buku tersendiri. Dana yang diperoleh melalui penyewaan dan penjualan buku dan
majalah serta denda keterlambatan pengembalian bahan bacaan dibukukan dalam
dokumen yang terpisah sehingga memudahkan pemantauan dan pemeriksaan
sewaktu-waktu diperlukan.
Di
samping memberikan pelayanan membaca, meminjamkan, dan menjual bahan bacaan
sesuai dengan kebutuhan pengunjung, TBM ini menyelenggarakan promosi untuk
meningkatkan minat dan kegemaran membaca melalui undian berhadiah, Lomba
Apresiasi Sastra Indonesia mulai dari tingkat anak-anak, remaja, dan orang
dewasa, Pemilihan Bintang Learning Society yang didasarkan jumlah buku yang
dibaca. Promosi lain yang terlihat adalah sejumlah spanduk di depan dan di
dalam bangunan TBM serta spanduk yang terbentang di atas jalan yang ramai lalu
lintas itu. TBM ini juga melayani pesanan buku dan majalah yang dibutuhkan
pengunjung.
LPNF
TBM PLUS MAS RADEN dikelola oleh satu keluarga yang terdiri atas ibu rumah
tangga sebagai pemilik/pengelola, seorang anak putri sebagai
sekretaris/bendahara, dan kepala keluarga sebagai konsultan/pustakawan. Ketika
pengamatan dilakukan, hanya konsultan/pustakwan itu yang terlihat dan yang sekaligus
sebagai narasumber. Yang bersangkutan yang memiliki latar belakang pendidikan
S1 di bidang pendidikan dan hukum itu masih berstatus pegawai negeri dan pernah
menduduki jabatan eselon IV dan III dengan tugas yang terkait dengan pendidikan
luar sekolah.
Data
dan informasi yang diperoleh menggambarkan (a) organisasi, (b) sarana, (c)
kegiatan, dan (d) tenaga pengelola keempat TBM yang diamati.
1.
Organisasi.
Kecuali
LPNF TBM PLUS MAS RADEN, ketiga TBM lainnya adalah bentukan PKBM dengan waktu
pendirian berbeda-beda. TBM yang tertua sampai yang termuda adalah TBM TELADAN
(1998), TBM KURSUS KOMPUTER PAKPAK MANDIRI (2000), TBM EMPHATY (2002) dan LPNF
TBM PLUS MAS RADEN ( 2003), Akan tetapi usia TBM itu tidak memberikan pengaruh
positif kekayaan jenis dan jumlah bahan bacaan yang dimiliki serta jenis
pelayanan dan kegiatan yang dilakukan. LPNF TBM PLUS MAS RADEN ( 2003) yang
merupakan TBM termuda memiliki koleksi yang terbanyak, kegiatan serta pelayanan
yang bervariasi serta jumlah pengunjung yang terbanyak.
Keempat
TBM yang diamati dikelola oleh tiga orang petugas, walaupun ketika dilakukan
pengamatan ditemui hanya satu orang petugas. Tidak terlihat kesibukan petugas
kecuali di LPNF TBM PLUS MAS RADEN, yang melayani pengunjung sambil
diwawancarai. Sungguhpun pembagian tugas dirumuskan secara jelas dan berbeda
satu sama lain tetapi tidak terlihat dilaksanakan secara nyata.
2.
Sarana
Sarana
yang tersedia di masing-masing terlihat bervariasi. Jumlah dan jenis bahan
bacaan tersedia di TBM EMPHATY, TBM KURSUS KOMPUTER PAKPAK MANDIRI dan TBM
TELADAN sangat sedikit.Di samping itu meja baca dan kursi tempat duduk untuk
keperluan membaca juga kurang memadai. Keadaan ini dapat mengakibatkan
kurangnya pengunjung dan peminjam bahan bacaan di ketiga TBM itu. Pengunjung
dan peminjam ke masing-masing TBM itu hanya warga belajar Program Paket A, B,
atau C serta di TBM TELADAN. Ditambah dengan beberapa siswa dan siswa SMP
Alwasliyah 29. Di ketiga TBM itu tidak terlihat data pengunjung dari masyarakat
umum, di luar warga belajar.
Di
LPNF TBM PLUS MAS RADEN koleksi bahan bacaan jauh lebih lengkap, bervariasi
serta memperhatikan kebutuhan pengunjung serta tersedia meja dan kursi baca
dalam jumlah yang memadai di tambah lagi disediakannya toilet dan kamar mandi
untuk pengunjung, mampu menarik lebih banyak pengunjung dan beroperasi sampai
tengah malam.
3.
Kegiatan.
Kegiatan
utama di masing-masing TBM adalah memberikan pelayanan bahan bacaan untuk
masyarakat. Tetapi kegiatan itu ternyata dilakukan terbatas sekali dilihat dari
data jumlah pengunjung dan peminjam bahan bacaan di TBM EMPHATY, TBM KURSUS
KOMPUTER PAKPAK MANDIRI dan TBM TELADAN. Di tiga TBM juga tidak terlihat
kegiatan untuk mempromosikan minat dan kegemaran membaca serta bersifat
menunggu dan tidak proaktif. Bentuk tulisan dan warna tinta data
pengunjung/peminjam di dua TBM adalah sama. Dikhawatirkan data itu bukan
sesungguhnya dan dibuat semata-mata untuk keperluan tertentu. Dengan demikian
sulit dapat diharapkan ketiga TBM itu berfungsi sebagai (1) sarana pembelajaran
bagi masyarakat, (2) sarana hiburan (rekreasi) dan pemanfaatan waktu secara
efektif, dan (3) sarana informasi berupa buku dan bahan bacaan lain yang sesuai
dengan kebutuhan warga belajar dan masyarakat setempat.
Kegiatan
di LPNF TBM PLUS MAS RADEN sungguh berbeda. Di tempat ini selain memberikan
pelayanan membaca di tempat dan meminjamkan bahan bacaan, dilakukan juga
kegiatan untuk menarik minat baca pengunjung melalui penyelengaraan undian,
berbagai lomba dan promosi melaui poster, spanduk, dan media massa. Di samping
itu TBM ini memberikan bantuan bagi mereka yang mengalami kesulitan membaca
atau kesulitan menemukan bahan bacaan Pengayaan koleksi secara teratur dan
disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat pengunjung juga ikut meningkatkan
jumlah pengunjung mulai dari siswa sekolah dasar dan menengah, guru, mahasiswa,
pedagang, dan ibu-ibu rumah tangga dari lingkungan maupun di luar lingkungan
lokasi TBM itu. Dengan kegiatan yang demikian, TBM ini dapat diharapkan
memberikan peranan untuk (1) membangkitkan dan meningkatkan minat baca
masyarakat sehingga tercipta masyarakat cerdas yang selalu mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; (2) menjadi sebuah wadah kegiatan
belajar masyarakat; dan (3) mendukung peningkatan kemampuan aksara-wan baru.
4.
Tenaga Pengelola.
Masing-masing
TBM memiliki jumlah pengelola yang sama yaitu tiga orang.akan tetapi pembagian
tugas untuk masing-masing orang berbeda antar TBM. Latar belakang pendidikan
dan pengalaman masing-masing pengelola di keempat TBM juga berbeda-beda. Tenaga
pengelola di TBM EMPHATY dan LPNF TBM PLUS MAS RADEN, masing-masing mempunyai
hubungan keluarga, khususnya di LPNF TBM PLUS MAS RADEN. Sedangkan di TBM
KURSUS KOMPUTER PAKPAK MANDIRI dan TBM TELADAN, tidak terlihat hubungan
keluarga antar pengelolanya.
Pengelola
di keempat TBM belum pernah mengukti pelatihan pengelolaan TBM atau
perpustakaan. Akan tetapi pengelola di LPNF TBM PLUS MAS RADEN sangat berbeda
dengan ke tiga pengelola lainnya. Walaupun pengelola di LPNF TBM PLUS MAS RADEN
belum pernah mengikuti pelatihan pengelolaan TBM atau perpustakaan, TBM ini
berawal dari koleksi bahan bacaan yang dimiliki keluarga yang berarti keluarga
ini memiliki minat dan kegemaran membaca yang kemudian ditularkan ke orang lain
melalui pendirian TBM. Di samping itu kepala keluarga yang mempunyai kedudukan
sebagai konsultan/pustakawan di TBM itu, bekerja sebagai tenaga kependidikan
khususnya di bidang pendidikan luar sekolah dan memahami serta menghayati benar
pentingnya membaca untuk mengembangkan potensi diri. Pengalaman pendidikan dan
bekerjanya juga nampaknya memuat dia kreatif dan inovatif dalam memasyarakatkan
gemar dan kebiasaan membaca.
Bendaharawan
TBM ini adalah salah satu putri keluarga ini yang sedang kuliah di salah satu
perguruan tinggi. Pengalaman belajarnya termasuk dalam menggunakan perpustakaan
selama di sekolah dan perguruan tinggi mendorongnya untuk ikut menata TBM ini
dengan teratur, rapi, dan nyaman untuk tempat membaca dan meminjam buku.
LPNF
TBM PLUS MAS RADEN telah menerima berbagai bentuk bantuan termasuk dana dari
Pemerintah, tetapi dana itu dipergunaannya untuk memperkaya koleksi TBM-nya
sehingga menurut taksirannya koleksi TBM ini udah bernilai lebih dari
Rp.100.000 dan sebagian besar merupakan usaha swadaya. Sedangkan bantuan yang
diterima keempat TBM lainnya melalui PKBM yang menaunginya tidak terlihat
secara nyata untuk pengembangan koleksi dan kegiatan TBM itu.
Dari
data dan informasi yang diperoleh terlihat latar belakang pengalaman,
pendidikan dan motivasi pengelola TBM dapat mendorong kreativitas dan inovasi
dalam mengelola dan mengembangkan TBM sehingga dapat berperan secara berarti
dalam mewujudkan masyarakat gemar belajar dan gemar membaca. Lokasi, sarana,
dan dana memang dibutuhkan dalam mengembangkan TBM, akan tetapi akan bermakna
banyak apabila TBM itu dikelola oleh petugas yang memiliki wawasan yang benar
tentang tugas, fungsi, dan tujuan TBM serta dibarengi dengan motivasi dan
dedikasi yang tinggi. Untuk mewujudkan sumber daya yang demikian Pemerintah
atau instansi lain yang memberikan bantun ke TBM perlu memprioritaskan
bantuannya untuk penyelenggaraan pelatihan pengelola TBM. Ungkapan yang
mengatakan bahwa kegiatan dan pencapaian tujuan bergantung pada the man behind
the gun, juga berlaku untuk pengelolaan TBM ini. Kreativitas pengelola membuat
TBM lebih bergairah.
KESIMPULAN
Seperti
diuraikan sebelumnya bahwa penelitian pendahuluan ini diharapkan dapat
memberikan gambaran tentang (1) sarana, (2) kegiatan, (3) jumlah tenaga
pengelola, dan (4) kemampuan pengelola di keempat TBM yang di amati. Data,
informasi, dan pembahasan yang telah dipaparkan dapat disimpulkan bahwa jumlah
dan jenis bahan bacaan serta sarana untuk membaca di ketiga TBM (di luar LPNF
TBM PLUS MAS RADEN) sangat minim dan kurang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat
sekitarnya serta tidak mendukung untuk meumbuhkembangkan minat dan kegemaran
membaca. Sementara itu koleksi baha bacaan dan sarana membaca di LPNF TBM PLUS
MAS RADEN dapat dkatakan cukup lengkap dan dapat menarik minat dan menumbuhkan
kebiasaan membaca masyarakat sekitarnya.
Kegiatan
di ketiga TBM sangat terbatas pada pelayanan dan bahan bacaan yang jumlah dan
jenisnya sangat terbatas sehingga tidak mampu menarik banyak pengunjung dan
peminjam. Berbeda dengan dengan di LPNF TBM PLUS MAS RADEN yang melakukan
berbagai kegiatan berkaitan dengan promosi minat dan gemar membaca, di samping
pelayanan membaca gratis dan meminjam bahan bacaan. TBM ini berhasil menarik
jauh lebih banyak pengunjung dan peminjam buku dari berbagai kalangan di
masyarakat.
Sungguhpun
struktur organisasi dan jumlah pengelola keempat TBM yang diamati adalah sama,
akan tetapi pengelola di LPNF TBM PLUS MAS RADEN mempunyai latar belakang
pengalaman dan pendidikan yang berbeda serta memiliki penghayatan akan tugas-tugasnya
serta motivasi yang tinggi untuk kreatif dan inovatif dalam melaksanakan tugas
dan fungsi TBM dalam mewujudkan masyarakat gemar membaca dan gemar belajar.
Oleh karena itu, pengetahuan tentang tugas, fungsi, dan tujuan TBM serta
keterampilan mengelola TBM sangat diperlukan dalam memberdayakan TBM.
Memperhatikan
keadaan di keempat TBM yang diamati nampaknya semua pihak, termasuk Pemerintah,
yang ingin memberikan bantuan ke TBM, hendaknya menarahkan bantuan itu pada
peningkatan mutu pengelola TBM dengan memberikan kemampuan dan keterampilan
pengellaan TBM melalui pelatihan atau pendidikan di samping meningkatkan
motivasi mereka melalui Motivation Managament Training dan Achievement
Management Training.
DAFTAR
PUTAKA
Direktorat
Pendidikan Masyarakat. (2006). Pedoman pengelolaan Taman Bacaan Masyarakat
(TBM). Jakarta: Direktorat Pendidikan Masyarakat, Direktorat Pendidikan Luar
Sekolah, Departemen Pendidikan Nasional.
Direktorat
Pendidikan Masyarakat. (2006). Pedoman penyelenggaraan Taman Bacaan Masyarakat.
Jakarta: Direktorat Pendidikan Masyarakat, Direktorat Pendidikan Luar Sekolah,
Departemen Pendidikan Nasional.
Direktorat
Pendidikan Masyarakat. (2006). Membaca jadikan kualitas hidup lebih baik.
Brosur Jakarta: Direktorat Pendidikan Masyarakat, Kompas, 26 Mei 2006, 12.
“Publik
dan buku: Jajak pendapat Kompas – Perpustakaan miskin peminat”. Kompas, 19
Maret 2005, 52.
Supriyoko,
K. (2005). “Minat baca dan kualitas bangsa”, dari, http://smp.-alkausar.org/detail-arti-kel.php?id=118.
Wendyartaka,
A. (2005). “Minat baca masyarakat terhadang daya beli. Kompas, 19 Februari
2005.
(2004).
Education for all: Global monitoring report 2005. UNESCO.
(2005)
Rencana Strategis Departemen Pendidikan Nasional tahun 2005-2009 (RPJMN
2005-2009), IKAPI pada tahun 2005.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar